Bandung pernah diguncang gempa berkekuatan sekitar 6,5 sampai 7 pada abad ke-15 dan tahun 60 SM. Guncangan gempa tersebut diduga kuat dipicu oleh sesar aktif Lembang.
Hingga kini, sesar yang membentang sejauh 29 kilometer dari kecamatan Ngamprah, Cisarua, Parongpong, hingga Lembang atau titiknya dari Batu Loceng sampai Padalarang (Ciburuy) masih aktif.
"Secara prinsip dia ( sesar Lembang) adalah sesar aktif dengan panjang 29 kilometer. Dia dominan sesar geser mengiri, ada unsur vertikalnya, dan ada sesar naik sedikit," kata Mudrik Rahmawan Daryono, peneliti gempa dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Mudrik yang juga meneliti sesar Lembang menegaskan bahwa sesar Lembang dapat memicu aktivitas kegempaan dengan magnitudo 6 sampai 7.
Dari hasil analisisnya, sesar Lembang memiliki pergerakan sekitar 3 milimeter per tahun. Dengan kecepatan tersebut, artinya pergerakan sesar termasuk lambat.
"Jadi setiap tahun dia bergeraknya selalu 3 milimeter per tahun. Ketika sesarnya tidak lagi bisa menahan gerakan sekitar 4 meter, maka dia harus melepaskan energinya," imbuh Mudrik.
Dengan pernyataan tersebut, Mudrik membantah pesan berantai yang mengatakan sesar Lembang dapat mengakibatkan aktivitas gempa dengan magnitudo lebih dari 8,0.
"Kalau (magnitudo) 8,0 itu kekuatan luar biasa besar dengan skala ratusan kilometer. Sementara kalau di sesar Lembang dia panjangnya 29 kilometer," jelasnya.
Apakah akan terjadi gempa lagi di Bandung?
Dengan karakteristik sesar Lembang sebagai sesar aktif, artinya suatu saat nanti sesar Lembang dapat berpotensi mengalami gempa bumi dan akan terulang di tempat yang sama. Namun untuk kapan pastinya, hal tersebut belum dapat diperkirakan.
Mudrik menghimbau agar masyarakat terus waspada, apalagi aktivitas kegempaan yang dipicu sesar Lembang terakhir kali terjadi 500 tahun lalu.
"Secara prinsip, kalau terakhir (gempa) abad ke-15 artinya sudah 500 tahun dan sampai sekarang belum terjadi gempa lagi. Ya... kita harus waspada. Kita enggak bisa memperkirakan kapan bisa terjadi, tapi secara prinsip sumber ancaman itu ada," terang Mudrik.
Terbatasnya informasi tentang catatan gempa akibat sesar Lembang di masa lalu diakui menyulitkan para ahli untuk memprediksi periode ulang. Bukti temuan adanya dua gempa di masa lalu dirasa Mudrik masih sangat kurang untuk dapat merekonstruksi kegempaan akibat sesar Lembang dengan baik.
"Kami masih harus meneliti lebih dalam lagi untuk mendapatkan sejarah gempa bumi yang lebih akurat dengan jumlah (catatan gempa di masa lalu) minimal 6 kejadian gempa bumi tua sehingga kita bisa merekonstruksi dengan baik," ungkapnya.
Pelajari mitigasi gempa
Meski harus tetap waspada, Mudrik menyarankan agar masyarakat tidak terlalu khawatir dan dapat melakukan aktivitas seperti biasa.
"Karena tahu kita hidup di atas sesar aktif, maka kita harus tahu prosedur yang wajib dilakukan saat terjadi gempa," katanya.
Mulai dari melindungi kepala, berlindung di bawah kolong meja, juga pastikan bahwa keluarga terdekat kita paham apa yang harus dilakukan saat terjadi gempa.
Selain itu, untuk fasilitas umum seperti perkantoran atau rumah sakit yang ditinggali banyak orang, Mudrik mengingatkan untuk selalu membuka pintu. Upaya ini dilakukan agar bila sewaktu-waktu terjadi goncangan, masyarakat dapat segera lari ke luar gedung.
"Mungkin yang dilakukan di Jepang bisa dijadikan contoh juga. Mereka mengikat lemari yang tinggi dengan tembok untuk mengurangi risiko kejatuhan benda berat saat terjadi gempa," imbuh Mudrik.
Bandar Q Domino 99 Domino QQ Poker Online Terbaik Dan Terpercaya