Keris tua itu tak pernah sekalipun dimandikan lazimnya ritual yang sering dilakukan kepada benda-benda pusaka sejenisnya. Ia hanya diikat kawat dan ditutupi kaca seukuran panjang dan lebar keris tersebut di dalam sebuah tiang beton.
Benda pusaka itu tak pernah disentuh. Dibiarkan begitu saja. Seolah mengambang di antara tiang-tiang beton lain yang ada di sekelilingnya. Jika hari sepi, aura magis bisa begitu kental dirasakan bagi yang datang ke tempat keris itu berada.
Banyak kabar burung beredar tentang keris tersebut, yang sebagian besar tidak bisa diterima akal sehat. Ada yang bilang keris itu datang sendiri mengikuti seorang ulama saat datang dari tanah Jawa ke Aceh.
Menurut kabar, yang menguasai keris itu disebut-sebut terpana dengan kealiman sang ulama, lalu mengikutinya hingga ke tanah kelahiran sang ulama tersebut.
Cerita lain mengatakan, keris itu masih memiliki silsilah pemilik yang masih bertautan darah dengan si ulama. Makanya, tak heran jika keris itu mengikuti keturunan pemiliknya terdahulu yang berhak menjadi ahli waris.
"Dia ikut Abu. Keris itu ikut saat Abu Peuleukueng pulang dari Jawa," kata Masykur, saat berbincang dengan, di sebuah warung kopi di Nagan Raya.
Sang Pemilik Keris
Jika berkunjung ke Masjid Jamik Abu Habib Muda Seunagan Peuleukueng di Kecamatan Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, Anda akan melihat keris itu ditambat pada tiang utama masjid.
Tiang tempat keris itu berada dicat kuning sepia bergaris hijau dikelilingi tiang lainnya yang berwarna putih.
Abu Peuleukueng atau sang ulama yang konon diikuti oleh keris tadi yang menaruh benda pusaka itu ke tiang masjid.
Selain cerita di atas, terdapat kisah lain ikhwal asal muasal keris itu. Menjajakinya lewat sejumlah literasi dan wawancara dengan keturunan Abu Habib Muda.
Abu Peuleukueng atau Abu Habib Muda Seunagan adalah seorang ulama yang juga Republiken sejati. Ia punya jasa mempertahankan lndonesia yang saat itu baru saja dikumpulkan bak puzzle setelah lepas dari cengkeram kolonialis-fasis, dari unsur-unsur yang membahayakan kesatuan RI.
Salah satu yang ditentangnya adalah upaya DI/TII melalui masinisnya Daud Beureueh, yang ingin pisah dari RI lalu membentuk negara sendiri berasaskan Islam sebagai tumpuannya.
Saat itu, pertumpahan darah antara kelompok Abu Habib Muda dengan Daud Beureueuh yang notabene saudara sebangsa tak terelakkan.
Sukarno, Sang Presiden pun terkagum oleh nasionalisme yang ditunjukkan oleh Abu Habib Muda.
Sang ulama itu digadang-gadang berperan dalam mempertahankan perdamaian dan kedamaian Aceh. Lebih luas Indonesia pada masa awal berdirinya. Ia pun diundang ke Istana sebagai tamu negara.
Setelah bertemu Sukarno, Abu Habib Muda Seunagan minta diantar ke Masjid Demak. Menurut dia, salah satu tiang masjid itu dibangun oleh pendahulunya bernama Said Athaf.
Sebagai catatan, Masjid Demak dibangun pada masa pemerintahan Raden Patah, Sultan I Demak pada 1481 Masehi. Pembangunan dilakukan bersama para wali, sehingga masjid ini dikenal sebagai Masjid Wali. Masjid Demak menjadi saksi sejarah kebesaran agama Islam dan juga Kesultanan Demak.
Sementara, beberapa literasi menyebut Said Athaf memiliki nasab dengan Nabi Muhammad, melalui Raden Fatah hingga ke Ja’far As-siddiq selaku keturunan cucu Nabi Muhammad, yakni Husein.
Selanjutnya, setiba di Masjid Demak, Abu Habib Muda tidak langsung masuk ke dalam masjid. Namun, terlebih dahulu ia mengitari masjid dengan mengucapkan tasbih sebanyak tujuh kali.
Di dalam masjid, ia menyaksikan satu tiang yang tampak berbeda dengan tiang lainnya. Tiang inilah yang dibangun oleh Said Athaf dari serbuk kayu sisa pembuatan tiang masjid tiga temannya.
Konon, keris tersebut berada di Masjid Demak dan mengikuti Abu Habib Muda saat pulang. Namun, ada juga yang mengatakan kalau pengurus masjid memberikannya kepada Abu Habib Muda sebagai cenderamata.
Terlepas benar tidaknya rumor mengenai keris tersebut, sosok Abu Habib Muda Seunagan memang cukup fenomenal di Aceh. Ia dengan tarekat Syattariahnya cukup mengemuka di Aceh.
Pengikutnya pun tak tanggung-tanggung. Jumlah mereka ribuan. Tersebar di seluruh Aceh, dengan pusatnya Nagan Raya.
Ulama bernama asli Habib Muhammad Yeddin bin Habib Muhammad Yasin ini wafat 14 Juni 1972. Dia dimakamkan di kompleks masjid yang dibangunnya, di tempat keris tersebut berada.
Bandar Q Domino 99 Domino QQ Poker Online Terbaik Dan Terpercaya